Monday

#ReadbyDis : Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Berikutnya (2024)

 


Overall Review


Tidak mudah pasti mengeluarkan buku baru, setelah banyak pencapaian di buku sebelumnya. Itu juga yang diceritakan dr. Andreas dalam prolognya. Sebagai pembaca pun wajar kalau kita memiliki ekspektasi yang tinggi dalam membaca buku ini. Tetapi setelah membaca 202 halaman, gue menganggap buku ini SANGAT TIDAK KALAH BAGUS dengan buku sebelumnya. Sama-sama memberikan banyak sedih, banyak merenung, dan yang paling penting, banyak bersyukur. Oh, banyak tawa juga karena dr.Andreas tetap dengan humornya, berhasil mengemas buku ini dengan ringan & indah. Jika di buku sebelumnya terasa lebih relate untuk orang yang sedang atau pernah berduka, sepertinya buku kedua ini akan terasa relate untuk semua orang. Ajakan untuk memaafkan, berpikir positif, bersyukur dikemas tanpa rasa menggurui. Penggunaan analogi untuk menjelaskan berbagai teori juga membuatnya menjadi mudah diterima. 


Buku ini membawa kita masuk ke dalam ruang praktek dr. Andreas bersama dengan Lalin, seorang pasien yang sebenarnya, merepresentasikan sebagian besar dari kita. Tentang kita, dan hidup yang sering kita anggap kurang, gagal, dan penuh penyesalan – secara singkat, buku ini tentang Manusia dan Narasinya. Dari 11 Chapter yang ada pada buku ini, sulit untuk gue memilih mana yang menjadi favorite karena semuanya dikemas begitu indah & relevan. Ah bahkan kalau boleh sedikit berlebihan, dr.Andreas bisa menulis Kata Pengantar & Ucapan Terima Kasih dengan menarik. Tapi kalau harus memilih 3, gue akan memilih Mari Menyesali Hidup di Kursi Besi, Mungkin Kamu Kurang Bersyukur, dan Tutuplah, Walau Tidak Sempurna. 


Setelah Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring dan Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Berikutnya, gue tidak sabar untuk buku dr.Andreas selanjutnya. Sambil menunggu, gue akan menikmati tulisan dan pemikiran dr.Andreas di Instagram dan channel youtube nya! 


Key Takeaways


"Selama ini, aku percaya bahwa rumput tetangga selalu lebih hijau. Ternyata, rumput yang lebih hijau bukan rumput tetangga, tapi rumput yang dirawat dan disiram rutin. Mungkin kebetulan, tetanggamu lebih menyediakan waktu dan energi untuk menyiram dan merawat kebunnya, sedangkan kita hanya berlindung di balik 'Enak jadi dia ya, kebunnya hijau.' Atau, ketika suatu tanaman tidak tumbuh, yang perlu diubah bukan tanamannya, tapi lingkungan tempatnya tumbuh. Ketika kaktus layu dan membusuk di tengah sawah, kamu tidak menyuruh kaktus beradaptasi, tapi memindahkannya ke tempat yang lebih kering."


Satu dari sekian banyak pengumpaan yang membuat sebuah saran jadi mudah diterima dan dimengerti. Tidak fair rasanya kita menganggap rumput tetangga bisa lebih hijau dengan mudah, padahal kita tidak melihat bagaimana mereka menyiraminya. Kita, yang dengan berbagai alasan, seringkali menunda untuk menyirami rumput kita sendiri, malah sibuk untuk terus membandingkannya dengan rumput tetangga. Analogi yang bagus juga tentang pengaruh lingkungan untuk tumbuhnya sebuah tanaman. Coba juga untuk perhatikan lingkungan kita berada, apakah kita berada di lingkungan yang tepat untuk mendukung kita berkembang? Atau kita malah membiarkan diri kita terus berada di lingkungan yang menghambat kita berkembang? Kita tidak bisa merubah lingkungan, kita lah yang harus sadar dan berani untuk mencari lingkungan yang bisa mendukung kita berkembang.


"Tanpa sadar, beberapa orang jadi meminta sesuatu yang sangat sulit dipenuhi atau bahkan tidak masuk akal, karena memang untuk membuktikan narasi yang sudah ada di kepalanya."


Dalam chapter ini, Lalin, yang selama ini menganggap orang tuanya tidak mencintainya, meminta waktu kepada orang tuanya untuk ditemani pada suatu akhir pekan. harus akhir pekan itu, Lalin tidak bisa menunggu akhir pekan selanjutnya. Lalin semakin menganggap orang tuanya tidak mencintainya karena tidak mau memberikan waktunya di ahir pekan tersebut.


Contoh yang sangat mudah dimengerti lagi, kan? Terkadang kita sudah memiliki narasi kita sendiri terhadap suatu hal atau seseorang. Apapun yang kita coba lakukan, sebenarnya adalah untuk memvalidasi narasi kita tersebut. Dalam kasus tadi, Lalin sebenarnya berfikir bahwa akhir pekan tersebut memang sudah terlalu mepet, bisa saja orang tuanya memang sudah memiliki janji terlebih dahulu. Tapi justru Lalin tidak ingin menundanya ke akhir pekan selanjutnya, karena memang dia ingin membuktikan satu hal, narasi yang sudah ada di kepalanya, bahwa orang tua nya tidak mencintainya.


"Hal-hal baik tersebut tentu saja tidak menghilangkan nasib buruk yang menimpa kita di hari itu, tapi bisa membuat situasinya jadi adil, bahwa faktanya hal buruk dan hal baik sama-sama terjadi dalam hidup. Bukan tugasmu mengatur jumlah hal negatif dan hal positif itu, tugasmu hanya menyadarinya."


Dalam bab Mungkin Kamu Kurang Bersyukur, kita akan dibawa untuk melihat bahwa memang penting untuk bersyukur dan berpikir positif, tapi cobalah untuk bersyukur dengan adil pada diri sendiri dan berpikir positif tanpa meniadakan atau mengabaikan hal negatif. Sebenarnya kita pasti paham bahwa dalam hidup, selalu ada hal baik dan hal buruk yang terjadi. Tapi seringkali kita menganggap hal buruk adalah hal yang tidak seharusnya terjadi, sementara hal baik adalah hal yang normal atau memang seharusnya terjadi. Kita sering fokus pada hal buruk seperti pintu KRL yang menutup tepat disaat kita berdiri di depannya, atau saat kita kehabisan bubur ayam langganan di pagi hari. Lalu kita membiarkan itu memengaruhi mood kita sepanjang hari. Kita lantas lupa kalau di hari itu ada hal-hal baik seperti antrean di coffee shop langganan yang senggang, rasa kopi yang lebih enak dari biasanya, atau obrolan dengan teman-teman kantor di jam makan siang yang menyenangkan.


Masih banyak hal yang bisa dipelajari dari Lalin dan kisahnya di buku ini. Seringkali, gue gak sadar ikut ngangguk-ngangguk, bahkan ada yang sedikit menitikan air mata. Bab terakhir benar-benar ditutup dengan sangat indah. Tutuplah, walau tidak sempurna. Mungkin ini yang gue aplikasikan juga dalam blog ini. Gue memakan waktu cukup lama untuk mempublishnya, menunggu sampai sempurna. Sampai akhirnya gue merasa tidak akan ada waktu yang tepat jika harus menunggu sempurna.


Jadi.. selamat baca blog ini, dengan segala ketidaksempurnaan di dalamnya. Dari gue yang akantetap menulis, walau tidak sempurna.


Happy reading, let me know what you're thinking!



No comments:

Post a Comment