Overall Review
"you know the feeling of crying in the middle of the night. when everything seemed so wrong & you wished to disappear. it was raining outside but suddenly you remembered the smell of indomie. ah, hujan-hujan begini lebih enak makan indomie rebus pake cabe rawit buatan mamang warkop langganan setiap pulang kerja. gak jadi deh overthinking nya dan lebih baik ke dapur untuk masak indomie."
Mungkin itu gambaran singkat saat gue baca judul buku ini. Dalam buku ini, kita akan masuk ke dalam ruang psikoterapis dan melihat seperti apa obrolan di dalamnya, dari point of view si penulis sebagai pasien. Gue suka bagaimana penulis bisa menceritakan isi kepala nya -- mulai dari lelah dengan pekerjaan, insecure dengan penampilan, sulit membangun relationship, hingga harus beradu dengan ekspektasi & judgement diri sendiri. Feedback yang diberikan oleh si psikiater juga sangat mudah dipahami & applicable untuk dilakukan sehari-hari, walau ada beberapa part yang gue rasa seharusnya bisa diexplore lagi. Banyak juga istilah-istilah baru yang dijelaskan dengan mudah (cth : Hedgehog's Dilemma, Akathisia, Histrionic Personality Disorder, dll).
Well, secara keseluruhan buku ini cukup ringan dan bisa dibaca untuk mengisi waktu senggang. Tapi kalau kalian sedang benar-benar mencari self-help book, atau ingin mempelajari lebih dalam tentang kesehatan mental, I didn't think I would recommend this one. Buku ini mungkin hanya akan menjadi teman yang bisa menyadarkan kalau kalian gak sendiri dan gak apa apa untuk mencari bantuan professional jika memang diperlukan.
Key Takeaways
"When you're having a hard time, it's natural to feel like you're having the hardest time in the world. And it's not selfish to feel that way. Just because certain conditions in your life are relatively better, but it doesn't mean you're better off in general."
Salah satu insight yang menarik. Mungkin kita pernah merasa bersalah ketika merasa sedih karena suatu masalah, karena kita tahu ada banyak orang mungkin mengalami masalah yang lebih sulit. Ada juga waktu dimana kita merasa gagal karena sedang tidak bisa menolong orang, karena sebenarnya kita juga sedang tidak baik-baik saja. Pemikiran ini seringkali membuat kita melarang diri sendiri untuk merasa sedih, untuk mengakui kalau kita sedang tidak baik-baik saja, hanya karena kita melihat ada orang yang lebih sulit. Padahal perasaan itu sendiri bukan untuk dibanding-bandingkan, kan?
"The you of the present is looking at your life and past as if you're a failure. When in truth, from the perspective of the younger you, you're the very picture of success. What I'm saying is, don't compare yourself to other people. Compare yourself to your pat self."
Ini bagian favorite gue dimana si penulis diajak untuk "bertemu" dengan dirinya versi awal 20an, saat penulis merasa terlalu membandingkan diri dengan orang lain. Gue menutup buku ini sebentar dan coba melakukan yang sama. how would the-young-me feel if she looked at me now? She would hug me with happy tears, I guess. I'd thank her. I'd thank the-young-me, all over again. Adis usia 28 akan berterima kasih untuk semua bekal yang sudah disiapkan, dan Adis usia 20an juga akan berterima kasih karena ternyata, banyak mimpinya yang sudah berhasil diwujudkan.
"Your biggest problem remains this black-and white thinking. You've backed yourself into a corner and made yourself choose between black and white. Whether to see a person or not, whether to best friends with them or never speak to them again. You either lash out or endure. The only choices you have are yes and no, and there is no middle ground. There are many shades of grey, but I think even there you think there is only one shade of grey."
I couldn't agree more. Di kehidupan dewasa ini, gue rasa setiap orang itu pernuh warna, gak cuma hitam dan putih. Gak segampang itu untuk mengklasifikasikan orang itu baik ataupun buruk. Jangan hanya penilaian kita terhadap satu aspek membuat kita langsung mengklasifikasikan orang tersebut buruk. Jangan juga karena satu hal yang tidak cocok dengan kita, langsung menbuat kita men-cut-off orang tersebut dari hdup kita. Dan yang bahaya nya lagi, jika kita terbiasa menerapkan Black and White Thinking ini ke orang lain, kita juga bisa dengan mudah menerapkannya ke diri sendiri. Kita bisa dengan mudah menganggap diri kita gagal hanya karena satu tidak sesuai dengan renacana kita.
"You might have a warped perspective of love if you don't love yourself. The important thing here isn't whether you are being loved, it's how you will accept the love that comes your way. Your self-esteem determines how you fee; about the sincerity of others."
Ahh, bagus banget. Percayalah, self-love yang selama ini banyak dibahas bukan hanya membantu kita mencintai diri sendiri, tapi juga membantu kita untuk menerima cinta dari orang lain. Orang dengan self-esteem yang rendah akan merasa dirinya tidak layak menerima ketulusan orang lain, atau bahkan bisa menganggap ketulusan itu sebagai sebuah ancaman.
Mungkin itu beberapa takeaways yang menururt gue menarik. Masih banyak hal lagi yang bisa kalian temukan dalam buku ini. Happy reading, let me know what you're thinking!
No comments:
Post a Comment