Monday

#ReadbyDis : Emotional Intelligence

 


Overall Review

Buku ini adalah salah satu buku yang gue memakan waktu cukup lama untuk membacanya, sekitar 3 bulan? Gue membaca buku ini sambil gue seling dengan buku yang lebih ringan topik & pembahasannya. Buku ini bisa dibilang “daging banget”. Entah berapa kali gue ngangguk-ngangguk ketika membaca 400 halaman yang menjelaskan secara lengkap dan terstruktur tentang Emotional Intelligence. Gue suka mempelajari emosi manusia, baik lewat buku ataupun lewat podcast. Mungkin gue lebih sering mempelajarinya dari sisi Ilmu Psikologi, tapi disini benar-benar membahas emosi manusia dari sisi Ilmu Kedokteran. 

Di chapter awal, buku ini akan membahas tentang bagaimana otak manusia bekerja. Bagian otak manusa seperti neocortex, limic, hippocampus, amygdala, dan lainnya akan banyak dibahas di sini. Mengapa ada rational mind dan emotional mind. Mengapa bisa ada momentum diri kita tidak bisa berfikir secara rasional, dan seperti dikuasai oleh emotional mind? Disini juga di bahas tentang bagaimana setiap emosi berperan, dan bagaimana emosi bisa menyiapkan tubuh kita untuk merespon setiap emosi tersebut. Bagaimana tubuh kita merespon rasa marah, rakut, bahagia, cinta, sedih, bahkan sampai rasa kaget & rasa jijik. Sedikit mengingatkan dengan film Inside Out, ya?

Chapter berikutnya menjelaskan tentang definisi emotional intelligence itu sendiri, dan mengapa itu penting dalam kehidupan manusia. Sama seperti kecerdasan lainnya, kecerdasan emosional sangat bisa dan harus untuk dilatih. Di sini dijelaskan tentang efek dari orang yang tidak memiliki kecerdasan emosional, yaitu menjadi budak dari emosi mereka sendiri. Salah satu yang paling menarik di sini adalah tanpa kecerdasan emosional, akan sulit bagi seseorang untuk mengontrol amarahnya. Marah adalah emosi yang paling sulit dikontrol manusia, ada kepuasan tersendiri dan rasa yang menggairahkan ketika seseorang bisa menunjukan power nya dengan marah. Disini juga dijelaskan tentang empati, depresi, dan perasaan-perasaan lainnya.

Berikutnya kita akan masuk ke pengaplikasian kecerdasan emosional dalam kehidupan sehari-hari. Apapun peran yang sedang kita jalani, dan dimana pun itu, kecerdasan emosional sangat diperlukan. Dalam beberapa chapter berikutnya, akan dijelaskan bagaimana peran kecerdasan emosional dalam dunia kerja, terutama dalam menjadi pemimpin. Lalu tentang hubungan dengan pasangan, maupun dengan keluarga. Dan bagaimana korelasi antara kecerdasan emosional dan kesehatan mental, terhadap kesehatan manusia secara keseluruhan. Gue paling suka ketika membahas tentang keluarga, terutama peran orang tua dalam mengajarkan kecerdasan emosional pada anaknya sejak kecil. 

Secara keseluruhan, buku ini cukup padat, penuh teori, dan bahasa yang digunakan juga cukup kompleks. Buku ini highly recommended kalau kalian benar-benar ingin belajar tentang kecerdasan emosional dari sebuah buku, bukan hanya sekedar membaca buku untuk mengisi waktu luang.


Key Takeaways


#ReadbyDis : Attached.


Overall Review


Buku ini adalah buku pertama yang gue baca di 2025, sebagai hasil refleksi gue di 2024 dalam hal relationship. Singkat cerita, gue nemukan podcast yang memberikan istulah baru untuk gue ; Fear of Intimacy.; apakah seseorang memang mandiri atau sebenarnya takut mejalin relasi. Jleb, cukup tersentil :) Karena ingin mempelajari lebih lanjut tentang Intimacy, podcast tadi membawa gue ke banyak hal baru untuk dipelajari, salah satunya The Attachment Theory, yang dibahas secara detail dalam buku ini. 

Well, Attachment Theory itu sendiri njelaskan bagaimana seseorang memandang "intimacy" dalam sebuah hubungan, dan bagaimana pengaruhnya terhadap hubungan tersebut. Untuk lebih spesifik, dalam buku ini lebih berfokus ke hubungan percintaan antara 2 orang dewasa. Buku ini membagi manusia ke dalam 3 attachment style ; Secure, Anxious, & Avoidant. Di chapter awal buku ini, akan ada quick-test untuk mengenal kira-kira apa ya attachment style kita & pasangan kita (if any, lol). Kita juga belajar dari berbagai case dalam sebuah hubungan yang sebenarnya akarnya adalah attachment style dari masing-masing orang itu sendiri. Ternyata, seseorang bisa menjadi "sangat annoying" atau "sangat jahat" jika dilihat dari attachment style yang berbeda.



Chapter berikutnya akan lebih membahas lebih detail masing-masing attachment style, walau memang buku ini terasa lebih fokus untuk kalian yang memiliki attachment style Anxious. Buku ini juga cenderung bias karena hampir semua case yang ada di buku ini menempatkan si Anxious sebagai korban, dan si Avoidant sebagai orang jahat dalam suatu hubungan. Padahal kalau menurut gue, tidak ada yang lebih benar atau lebih salah antara Anxious dan Avoidant. Tidak ada yang baik ataupun lebih jahat dari keduanya. Gue berharap menemukan case yang menggambarkan kalau si Avoidant bisa berperan sebagai pihak yang lebih mencitai, atau pihak yang disakiti di dalam sebuah hubungan. Terkadang Avoidant hanya tidak tahu cara untuk menunjukannya. ( At least that's what I feel, I can love someone wholeheartedly but the way I express it doesn't make my partner feel that way ). Atau entahlah, mungkin memang dari kacamata orang lain, Avoidant memang semenyebalkan itu :) Bias lainnya adalah cukup banyak case yang mengarahkan Anxious pada wanita dan Avoidant pada pria. Kenyataannya, gue rasa banyak juga wanita yang Avoidant dan pria yang Anxious.


Dalam chapter selanjutnya, kita akan mengenal The Anxious-Avoidant Trap, kondisi dimana terdapat 2 attachment style yang bertolak belakang dalam sebuah hubungan. Menarik juga melihat banyak contoh masalah yang bertambah besar, bukan karena masalahnya itu sendiri, tapi karena berbeda cara penyelesainnya. Lalu buku ini mengajarkan kita untuk pribadi yang lebih secure, salah staunya dnegan berkomunikasi dengan efektif. Gue suka bagaimana buku ini tidak mengajarkan kita untuk menghadapi si Anxious, atau menghadapi si Avoidant. Melainkan setiap individu yang harus berubah untuk menjadi Secure. A healthy relationship must be built by 2 people who are willing to learn to be a secure individual. 


Terlepas dari beberapa hal bias tadi, jujur gue membaca buku ini dengan banyak keingintahuan. Gue membaca dengan open minded & open heart, sehingga buku ini terasa seru & insightful banget. Epilog buku ini membahas tentang salah satu film favorit gue, 500 Days of Summer. After reading this book, that movie was no longer about the miserable guy & the ignorant girl. It was about the anxious & the avoidant.


#TravelwithDis : Camping di Tengah Kebun Teh

Bandung memang selalu jadi pilihan tepat kalau ingin short escape dari Jakarta. Berkali-kali gue ke Bandung, gak pernah kehabisan ide untuk explore berbagai wisata, akomodasi, dan apalagi kuliner nya! Di postingan kali ini, gue akan kasih rekomendasi dari bagian Bandung yang baru buat gue ; Pengalengan. Pengalengan terletak 40 KM di Selatan Kota Bandung, yang terkenal dengan berbagai wisata alam nya seperti perkebunan teh dan pemandian air panas. Dibandingkan Lembang, wisata alam di Pengalengan terasa lebih asri dan suhu nya pun juga terasa lebih dingin.

Salah satu yang paling gue suka dari Pengalengan adalah banyaknya pilihan akomodasi disana. Dari mulai camp ground dimana pengunjung bisa membawa tenda sendiri, camping ground yang sudah menyediakan tenda lengkap dengan fasilitasnya, glamping, hingga resort yang rate nya bisa sampai 1jt per malamnya. View yang ditawarkan pun juga cukup variatif, dari sungai yang dilintasi arung jeram hingga perkebunan teh yang sangat asri. Dari berbagai banyaknya pilihan tersebut gue memilih untuk stay di Kiara Manuk. Lokasi Kiara Manuk persis ada di dekat Bobocabin Pengalengan, yang dari depan juga terlihat sangat menarik. Daya tarik utama tempat ini adalah perkebunan teh nya yang mengelilingi lokasi perkemahan ini. Harga tenda nya sendiri ada di Rp 650,000 - 750,000 per tenda, yang sudah termasuk semua peralatan camping seperti tenda, kasur, bantal, selimut, dan lainnya. Tersedia 37 pilihan tenda yang semuanya menghadap ke perkebunan teh, dengan masing-masing berkapasitas hingga 4 orang.






Fasilitas yang tersedia di Kiara Manuk juga cukup lengkap, dari kamar mandi dengan air panas, musholla, dan warung makan yang menjual cukup banyak pilihan makanan dan minuman. Yang menurut gue paling menarik adalah mereka menyediakan berbagai pilihan kegiatan seperti Rafting, Offorad ke tengah hutan, Offroad untuk melihat sunrise di kebun teh, ATV, dan pilihan kegiatan lainnya. Di trip ini, gue mencoba Rafting dengan harga 185,000 / orang dan Offroad ke tengah hutan dengan harga 1,500,000 / mobil yang bisa menampung hingga 7 orang. Coba untuk pilih rafting di sore hari, dan jangan ragu untuk rafting saat hujan. Semakin seru! Sayang gue tidak terlalu banyak footage saat offroad dan rafting tapi kedua aktivitas ini sangat gue rekomendasikan. Cocok kalau kalian suka kegiatan yang cukup adventurous dan cocok banget untuk dilakukan berama-ramai. Gak heran kalau Pengalengan sering dijadikan destinasi untuk outbound / acara dari berbagai perusahaan. 





Pengalaman pertama yang berkesan di Pengalengan. Gue tertarik untuk datang lagi, untuk coba akomodasi lain dan mencoba offroad untuk melihat sunrise di kebun teh. Gimana, ada yang sudah pernah explore Pengalengan juga kah?


#ReadbyDis : Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Berikutnya

 


Overall Review


Tidak mudah pasti mengeluarkan buku baru, setelah banyak pencapaian di buku sebelumnya. Itu juga yang diceritakan dr. Andreas dalam prolognya. Sebagai pembaca pun wajar kalau kita memiliki ekspektasi yang tinggi dalam membaca buku ini. Tetapi setelah membaca 202 halaman, gue menganggap buku ini SANGAT TIDAK KALAH BAGUS dengan buku sebelumnya. Sama-sama memberikan banyak sedih, banyak merenung, dan yang paling penting, banyak bersyukur. Oh, banyak tawa juga karena dr.Andreas tetap dengan humornya, berhasil mengemas buku ini dengan ringan & indah. Jika di buku sebelumnya terasa lebih relate untuk orang yang sedang atau pernah berduka, sepertinya buku kedua ini akan terasa relate untuk semua orang. Ajakan untuk memaafkan, berpikir positif, bersyukur dikemas tanpa rasa menggurui. Penggunaan analogi untuk menjelaskan berbagai teori juga membuatnya menjadi mudah diterima. 


Buku ini membawa kita masuk ke dalam ruang praktek dr. Andreas bersama dengan Lalin, seorang pasien yang sebenarnya, merepresentasikan sebagian besar dari kita. Tentang kita, dan hidup yang sering kita anggap kurang, gagal, dan penuh penyesalan – secara singkat, buku ini tentang Manusia dan Narasinya. Dari 11 Chapter yang ada pada buku ini, sulit untuk gue memilih mana yang menjadi favorite karena semuanya dikemas begitu indah & relevan. Ah bahkan kalau boleh sedikit berlebihan, dr.Andreas bisa menulis Kata Pengantar & Ucapan Terima Kasih dengan menarik. Tapi kalau harus memilih 3, gue akan memilih Mari Menyesali Hidup di Kursi Besi, Mungkin Kamu Kurang Bersyukur, dan Tutuplah, Walau Tidak Sempurna. 


Setelah Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring dan Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Berikutnya, gue tidak sabar untuk buku dr.Andreas selanjutnya. Sambil menunggu, gue akan menikmati tulisan dan pemikiran dr.Andreas di Instagram dan channel youtube nya! 


Key Takeaways


"Selama ini, aku percaya bahwa rumput tetangga selalu lebih hijau. Ternyata, rumput yang lebih hijau bukan rumput tetangga, tapi rumput yang dirawat dan disiram rutin. Mungkin kebetulan, tetanggamu lebih menyediakan waktu dan energi untuk menyiram dan merawat kebunnya, sedangkan kita hanya berlindung di balik 'Enak jadi dia ya, kebunnya hijau.' Atau, ketika suatu tanaman tidak tumbuh, yang perlu diubah bukan tanamannya, tapi lingkungan tempatnya tumbuh. Ketika kaktus layu dan membusuk di tengah sawah, kamu tidak menyuruh kaktus beradaptasi, tapi memindahkannya ke tempat yang lebih kering."


Satu dari sekian banyak pengumpaan yang membuat sebuah saran jadi mudah diterima dan dimengerti. Tidak fair rasanya kita menganggap rumput tetangga bisa lebih hijau dengan mudah, padahal kita tidak melihat bagaimana mereka menyiraminya. Kita, yang dengan berbagai alasan, seringkali menunda untuk menyirami rumput kita sendiri, malah sibuk untuk terus membandingkannya dengan rumput tetangga. Analogi yang bagus juga tentang pengaruh lingkungan untuk tumbuhnya sebuah tanaman. Coba juga untuk perhatikan lingkungan kita berada, apakah kita berada di lingkungan yang tepat untuk mendukung kita berkembang? Atau kita malah membiarkan diri kita terus berada di lingkungan yang menghambat kita berkembang? Kita tidak bisa merubah lingkungan, kita lah yang harus sadar dan berani untuk mencari lingkungan yang bisa mendukung kita berkembang.


"Tanpa sadar, beberapa orang jadi meminta sesuatu yang sangat sulit dipenuhi atau bahkan tidak masuk akal, karena memang untuk membuktikan narasi yang sudah ada di kepalanya."


Dalam chapter ini, Lalin, yang selama ini menganggap orang tuanya tidak mencintainya, meminta waktu kepada orang tuanya untuk ditemani pada suatu akhir pekan. harus akhir pekan itu, Lalin tidak bisa menunggu akhir pekan selanjutnya. Lalin semakin menganggap orang tuanya tidak mencintainya karena tidak mau memberikan waktunya di ahir pekan tersebut.


Contoh yang sangat mudah dimengerti lagi, kan? Terkadang kita sudah memiliki narasi kita sendiri terhadap suatu hal atau seseorang. Apapun yang kita coba lakukan, sebenarnya adalah untuk memvalidasi narasi kita tersebut. Dalam kasus tadi, Lalin sebenarnya berfikir bahwa akhir pekan tersebut memang sudah terlalu mepet, bisa saja orang tuanya memang sudah memiliki janji terlebih dahulu. Tapi justru Lalin tidak ingin menundanya ke akhir pekan selanjutnya, karena memang dia ingin membuktikan satu hal, narasi yang sudah ada di kepalanya, bahwa orang tua nya tidak mencintainya.


"Hal-hal baik tersebut tentu saja tidak menghilangkan nasib buruk yang menimpa kita di hari itu, tapi bisa membuat situasinya jadi adil, bahwa faktanya hal buruk dan hal baik sama-sama terjadi dalam hidup. Bukan tugasmu mengatur jumlah hal negatif dan hal positif itu, tugasmu hanya menyadarinya."


Dalam bab Mungkin Kamu Kurang Bersyukur, kita akan dibawa untuk melihat bahwa memang penting untuk bersyukur dan berpikir positif, tapi cobalah untuk bersyukur dengan adil pada diri sendiri dan berpikir positif tanpa meniadakan atau mengabaikan hal negatif. Sebenarnya kita pasti paham bahwa dalam hidup, selalu ada hal baik dan hal buruk yang terjadi. Tapi seringkali kita menganggap hal buruk adalah hal yang tidak seharusnya terjadi, sementara hal baik adalah hal yang normal atau memang seharusnya terjadi. Kita sering fokus pada hal buruk seperti pintu KRL yang menutup tepat disaat kita berdiri di depannya, atau saat kita kehabisan bubur ayam langganan di pagi hari. Lalu kita membiarkan itu memengaruhi mood kita sepanjang hari. Kita lantas lupa kalau di hari itu ada hal-hal baik seperti antrean di coffee shop langganan yang senggang, rasa kopi yang lebih enak dari biasanya, atau obrolan dengan teman-teman kantor di jam makan siang yang menyenangkan.


Masih banyak hal yang bisa dipelajari dari Lalin dan kisahnya di buku ini. Seringkali, gue gak sadar ikut ngangguk-ngangguk, bahkan ada yang sedikit menitikan air mata. Bab terakhir benar-benar ditutup dengan sangat indah. Tutuplah, walau tidak sempurna. Mungkin ini yang gue aplikasikan juga dalam blog ini. Gue memakan waktu cukup lama untuk mempublishnya, menunggu sampai sempurna. Sampai akhirnya gue merasa tidak akan ada waktu yang tepat jika harus menunggu sempurna.


Jadi.. selamat baca blog ini, dengan segala ketidaksempurnaan di dalamnya. Dari gue yang akantetap menulis, walau tidak sempurna.


Happy reading, let me know what you're thinking!



Sunday

#ReadbyDis : Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring

 


Overall Review

When a book feels like a hug. 

Satu kalimat yang menggambarkan perasaan gue ketika membaca buku ini. Buku ini sama sekali bukan mengajarkan kita bagaimana seharusnya orang berduka, apalagi cara menghilangkan duka. Dalam 191 halaman, buku ini menemani kita berduka. Buku ini menemani kita berduka, sejak Dua Puluh Empat Jam Pertama – lalu masa-masa kita bertanya Sampai Kapan Kamu Mau Berduka – kembali menjalani Hidup Terus Berlanjut, Katanya – hingga mulai mengalami Tawa Pertama Setelah Duka dan memulai hidup dengan Normal Baru yang Asimetris. 


Buku ini berisi bagaimana dr. Andreas memroses dukanya saat kehilangan ayah & anaknya, Hiro. Walau buku ini tentang berduka, percayalah dr Andreas berhasil mengemasnya dengan sangat ringan, indah, dan realistis. Banyak juga humor yang diselipkan dalam setiap topiknya. Buku ini paket lengkap yang akan membawa kita menangis, tertawa, dan yang paling penting, membawa kita bersyukur. Bersyukur akan hidup, dan bersyukur pernah diberi kesempatan untuk pernah menjalani hidup bersama orang-orang yang sudah terlebih dulu pergi. Sangat wajar & layak buku ini mendapat predikat Mega Best Seller & penghargaan sebagai Book of the Year dalam IKAPI Awards 2024.


“Kenapa cuci piring? Apa hubungan duka dengan cuci piring?” Pertanyaan yang pasti ditanyakan ketika kita pertama kali melihat judul buku ini. Pertanyaan yang dijawab dengan sangat indah, dr.Andreas menganggap duka itu seperti cuci piring, tidak ada orang yang mau melakukannya, tapi pada akhirnya seseorang perlu melakukannya. 



Key Takeaways


"Ini bukan tentang membuat pilihan paling benar, melainkan membuat sebuah pilihan dan meyakinkan diri bahwa inilah pilihan yang cukup benar untuk diambil saat itu."


Ini dibahas di salah satu bab favorite gue, Tenang Saja Kamu Pasti Menyesal. Satu bab yang membahas tentang penyesalan, yang seringkali menjadi berujung ke rasa marah pada diri sendiri. Dalam hidup ini kita seringkali kita sulit untuk mengambil pilihan karena takut akan menyesal, takut salah, takut dengan konsekuensinya. Tapi percayalah, apapun pilihan yang kita ambil, pasti akan ada penyesalan itu. Rasa penyesalan dan bersalah itu akan hadir setelah kita melihat hasil dari pilihan kita yang terkadang tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Padahal, hasil dari pilihan yang tidak ambil, belum tentu akan memberikan hasil yang sesuai dengan keinginan kita.


"Ingat bahwa apa yang hilang bisa diganti, tapi tidak selalu harus diganti. Kehilangan seorang pasangan bukan berati kamu harus menggantinya dengan pasangan lain. Kehilangan seorang anak bukan berarti sepasang orang tua perlu segera merencanakan program hamil lagi. Tapi, rasa sepi, rasa sendiri, rasa tidak berdaya, rutinitas, itu yang bisa – dan perlu – diganti"


:") Move on bukanlah tentang melupakan seseorang dan menggatinya dengan orang lain. Tidak akan mudah, dan bahkan ada yang tidak mau untuk melakukannya. Dan tidak apa-apa untuk itu. Tapi perasaan dan rutinitas yang bisa diganti. Rasa sepi dan rasa sendiri bisa diganti dengan rasa nyaman untuk membuka diri dan berbagi lagi. Rasa  tidak berdaya bisa diganti dengan rasa optimis untuk kembali melanjutkan hidup. Rutinitas mengurung diri dan tidak ingin melakukan apa-apa bisa diganti dengan keinginan untuk kembali melanjutkan mimpi. Dan semua ini bisa dilakukan tanpa menghilangkan orang tersebut di hati kita.


"Dari mana aku bisa yakin bahwa aku adalah orang paling bersedih di gerbong ini? Aku pernah membaca kutipan ini: Bersikap baiklah, karena orang yang kamu temui menjalani pertempuran yang tidak kamu ketahui. "


Sedih adalah perasaan yang wajar bagi setiap oramg, namun pada akhirnya hidup tetap berlanjut, peran dan tanggung jawab kita pun juga kembali berjalan. Kita tidak bisa berahap semua orang akan terus mengerti dan memaklumi kita karena kita sedang bersedih, karena siapa yang tahu juga kalau orang yang kita harapkan untuk mengerti dan memaklumi kesedihan kita, juga sedang bersedih? Disini dr. Andreas menceritakan tentang kejadiannya yang merasa menjadi manusia yang paling bersedih di dalam gerbong KRL di hari pertama nya kembali bekerja. Padahal siapa yang tahu, mungkin ada orang-orang lain yang juga sedang mengalami hal buruk di dalam hidupnya. Berbuat baiklah, kita tidak tahu apa yang sestiap orang sedang hadapi, sama seperti kita yang tidak mungkin selalu bercerita tentang apa yang kita hadapi.


Jujur masih banyak banget insight menarik dalam buku ini. Bukan cuma tentang menghadapi duka, tapi bisa diimplementasikan untuk menjalani hidup secara keseluruhan. Gue sangat-sangat merekomendasikan buku ini. Happy reading, let me know what you're thinking!




#ReadbyDis : I Wish I Knew This Earlier (non fiction, self-help)

 

Overall Review

Reading this book feels like talking to a big sister with thousands of lessons on love. Buku ini membagi Cinta dalam 3 stages ; Dating Stage, Loving Stage, & Healing Stage. Hampir semua dari kita pasti pernah berada di 3 stages ini, atau setidaknya, salah satunya. Salah satu yang menarik dalam buku ini adalah kita tidak perlu membacanya secara berurut, bisa memulainya dari fase mana yang sedang kita alami, atau yang sedang ingin kita pelajari terlebih dulu. Gue personally, memulai dari The Dating Stage, Healing Stage, lalu Loving Stage di akhir. 

Lucu ya, di usia mendekati akhir 20an, gue baca buku pelajaran tentang Cinta. Awalnya gue merasa buku ini lebih cocok untuk dibaca oleh teenagers atau young adults, yang baru mulai mengenal cinta, tapi ternyata cukup menarik & insightful kok untuk dibaca di usia gue. Not that cringe, lol. Pelajaran-pelajaran yang diberikan Toni Tone dalam buku ini mungkin bisa membantu kita untuk PDKT, menjalin hubungan, dan healing dengan lebih efektif dan sehat. Buku ini juga dikemas dengan sangat ringan, gak banyak teori, dan bahasa inggris yang digunakan juga sangat sehari-hari – cocok untuk kalian yang baru mulai baca buku self-help.

Key Takeaways

Dari sekian banyak lessons yang dibahas disini, gue akan pilih 10 lessons yang paling menarik (or yang paling relate, lol) :

"Date people who want the same things as you. Dating is easier to navigate when we know what we want to get out of the process"

Ini lesson pertama yang di bahas di buku ini, which I really agree. Terkadang hubungan di usia dewasa ini bisa terjalin cepat & efektif jika kedua pihak sama-sama tahu dan dapat mengkomunikasikan apa yang mereka cari dalam sebuah hubungan. Hal ini mencegah terlalu lama menghabiskan waktu dan stuck dalam hubungan yang gak ada arahnya. Bisa jadi hubungannya gak kemana-mana, karena memang berbeda arahnya. Well, it's really okay if someone is looking for casual relationship, but please don't build it with someone who aims of marriage. Bisa jadi juga tujuannya sama, tapi hubungannya gak kemana-mana, karena gak saling mengkomunikasikan. Poin ini juga yang sedang gue pelajari (sebagai makhluk dengan gengsi yang super tinggi lol), untuk lebih mengetahui apa yang gue inginkan dan bisa mengkomunikasikannya dengan orang lain.

"Intimacy tells you more about a relationship than intensity. Intense feelings aren't always a good indicator of how good someone is for us. Sometimes they're triggered by infatuation, lust, or even trauma"

"Uncomfortable conversations are often required for comfortable relationship. Sometimes the only thing standing between growth, healing, and understanding is uncomfortable conversation"

Jleb. Mungkin hubunngan di umur segini memang gak bisa dibandingkan dengan hubungan di usia remaja yang penuh dengan sparks & butterfly. Dulu mungkin sebuah hubungan terasa seperti roller-coaster, kita bisa merasa banyak emosi yang intense dalam waktu yang singkat. Sebenarnya hal ini gak salah-salah banget, tapi coba untuk menilai sebuah hubungan dengan Intimacy dan Genuine Compability. 2 hal ini bukan diukur dengan seberapa passionate kita dalam hubungan tersebut, tapi lebih ke apakah kita bisa merasa aman & nyaman di dalam hubungan tersebut? Apa kita bisa merasa aman untuk terbuka dan berbagi banyak hal? Apa kita bisa merasa nyaman untuk berkomunikasi? Apa kita bisa menyelesaikan konflik dengan baik?

Dengan intimacy tadi, kita tidak merasa takut untuk memiliki uncomfortable conversation dengan pasangan kita. Mungkin di awal, memang obrolan ini terasa awkward dan tidak nyaman, tapi justru obrolan-obrolan ini yang membuat kita bisa lebih mengenal dan mengerti pasangan kita. Jujur buat gue yang cenderung memiliki attachment style Avoidant, salah satu hal yang kurang baik adalah gue selau menghindari uncomfortable conversation seperti ini.

"Don't betray yourself to find love. It can look like saying yes or no to things when we really mean the opposite, deprioritizing our needs to prioritize someone else, not speaking our mind, overextending ourselves or invalidating our own feelings in an attempt to keep someone happy."

Self-betrayal adalah satu hal yang sering orang lakukan saat ingin atau sedang menjalani hubungan. Karena tentunya, kita selalu berusaha untuk menyenangkan pasangan kuta, sampai terkadang harus mengorbankan diri sendiri. Harus berkata iya, padahal itu bukan hal yang ingin kita lakukan. Sebaliknya, bilang tidak apa padahal hal tersebut sangat mengganggu kita, hanya karena kita tidak mau dianggap berlebihan dan ingin dianggap sebagai pasangan yang ideal. Kadang, kita adalah korban dari pemikiran diri kita sendiri. Di point ini, kita belajar untuk berani jujur dan tidak takut untuk menjadi tidak ideal atau tidak bisa selalu menyenangkan semua orang.

"Compromising and settling are two different things. Settling is compromising your values and boundaries. It's dismissing your non-negotiables."

Sama seperti membedakan wants and needs, atau membedakan nice to have dengan must have. Dalam buku ini dijelaskan kalau compromising is opting for something that doesn't meet our most desirable values while settling is selecting someone who is not meeting your needs. Banyak disekitar kita yang ternyata menikah dengan orang yang secara fisik berbeda dengan tipe idealnya. Atau ada juga yang harus mengikuti kebiasaan pasangannya seperti tidur dengan lampu menyala, atau AC kamar yang tidak bisa terlalu dingin. Itu adalah kompromi, dan sifatnya perlu untuk ada dalam setiap hubungan. But, settling? Girls, you know what you deserve. Jangan sampai cinta, atau keinginan untuk segera menjalin hubungan membuat kita mengorbankan values yang selama ini kita miliki.

"Having a life outside your love life is essentials. Relationships work out better when each person has a productive life outside of their relationship"

Yesss, 100% agree. Salah satu hal terbaik yang gue lakukan ketika gue berada dalam sebuah hubungan adalah tetap memiliki kehidupan yang menyenangkan selain di luar hubungan tersebut. Saat itu gue tetap menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman, gue tetap menjalankan hobby yang membuat gue happy, gue punya pekerjaan yang menyenangkan, dan banyak hal lainnya. Gue juga mendukung pasangan gue untuk tetap memiliki kehidupan lain -- pekerjaannya, hobbynya, dan orang-orang lain di seitarnya selain gue. Tidak membuat hidup kami hanya terpusat ke hubungan itu saja.

"Love is a choice. Romantic love isn't something that "happens' to you. It's a decision you make. It's something you are in control of."

Point ini dijelaskan dengan sangat indah buat gue. Banyak orang yang menyebut cinta dengan istilah Fall in Love, when in fact, we walk actively into it. Kita secara sadar membuat keputusa untuk mencintai orang tersebut. Pasangan kita adalah orang yang secara sadar kita pilih, dengan segala pertimbangan yang kita miliki, dengan berbagai usaha yang telah dilakukan. Hal ini juga yang seharusnya membuat orang befikir 100x sebelum menyakiti pasangannya.

"Love more than just potential. When it comes to choosing to love someone, it's unhelpful when we 'value' their potential more than their present reality"

Percayalah kita tidak bisa merubah orang lain, seseorang akan berubah jika memang ia ingin berubah. Hal-hal potensial yang saat ini belum ada (dan tidak menunjukan ke arah tersebut), seharusnya tidak menjadi alasan kita memilih seseorang. Jangan sampai kita memiliki seseorang bukan karena bagaimana mereka saat ini, tapi karena "the idea" yang kita miliki tentang orang tersebut.

"Don't forget to celebrate your partner. Don't speak up only when you are annoyed. Speak up when you are happy too"

Gue akan menerapkan point ini bukan hanya dalam hubungan, tapi dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali kita mudah memberikan kritik jika ada hal-hal yang tidak sesuai, namun jarang untung memuji hal-hal baik karena merasa itu adalah hal yang normal, atau memang sudah seharusnya seperti itu. Begitupun dalam sebuah hubungan, penting untuk memberikan pujian & apresiasi untuk sebagaimana kita juga ingin untuk diappresiasi.

"Sometimes you (just) miss the routine. What we miss after a breakup is the familiarity."

Dalam fase menjalani life after break up, sangat wajar jika ada rasa kangen yang mengganggu. Salah satu hal yang harus lakukan mengindentifikasi apakah kita kangen orang tersebut, atau hanya kangen memiliki seseorang. Apakah kita kangen orang tersebut, atau hanya kangen rutinitas yang biasa dilakukan dengan orang tersebut. Dengan bisa membedakan ini, kita akan memiliki harapan bahwa nanti kita akan ada saatnya, kita kembali bisa memiliki seseorang lagi dan melakukan rutinitas yang membuat bahagia dengan seseorang lagi. Hal ini dapat mengurangi attachment kita dengan orang tersebut.

"Never compromise your character to teach somebody a lesson. Before you react in anger, ask yourself if the best version of yourself would be happy with what you are about to do."

Dengan segala hal yang dirasakan saat patah hati, salah satu perasaan yang sering muncul dalam ase patah hati adalah rasa marah dan keinginan untuk balas dendam. Jika tidak ada self control yang baik, semua ini akan berujung pada rasa ingin membuat dia menyesal dan menunjukan bahwa kita akan jadi lebih bahagia. Sebelum kita melakukan sesuatu yang berkaitan dengan balas dendam, pikirkan sekali lagi apakah itu sesuatu yang benar-benar membuat kita bahagia? Apakah itu sesuai dengan karakter yang selama ini kita miliki?

Gimana? Sudah terlihat kaya Relationship Expert kah gue? Ah, sebenarnya masih banyak yang ingin gue bagikan dari buku ini, karena topik tentang Cinta memang selalu menarik untuk dibahas. Mungkin The Healing Stage bisa gue bikin 1 postingan sendiri versi gue ya, How I Heal from A Break Up? :) So, Happy reading, let me know what you're thinking!

#ReadbyDis : i want to die but i want to eat tteokbokki (non fiction, self-help)

 


Overall Review

"you know the feeling of crying in the middle of the night. when everything seemed so wrong & you wished to disappear. it was raining outside but suddenly you remembered the smell of indomie. ah, hujan-hujan begini lebih enak makan indomie rebus pake cabe rawit buatan mamang warkop langganan setiap pulang kerja. gak jadi deh overthinking nya dan lebih baik ke dapur untuk masak indomie."

Mungkin itu gambaran singkat saat gue baca judul buku ini. Dalam buku ini, kita akan masuk ke dalam ruang psikoterapis dan melihat seperti apa obrolan di dalamnya, dari point of view si penulis sebagai pasien. Gue suka bagaimana penulis bisa menceritakan isi kepala nya -- mulai dari lelah dengan pekerjaan, insecure dengan penampilan, sulit membangun relationship, hingga harus beradu dengan ekspektasi & judgement diri sendiri. Feedback yang diberikan oleh si psikiater juga sangat mudah dipahami & applicable untuk dilakukan sehari-hari, walau ada beberapa part yang gue rasa seharusnya bisa diexplore lagi. Banyak juga istilah-istilah baru yang dijelaskan dengan mudah (cth : Hedgehog's Dilemma, Akathisia, Histrionic Personality Disorder, dll).

Well, secara keseluruhan buku ini cukup ringan dan bisa dibaca untuk mengisi waktu senggang. Tapi kalau kalian sedang benar-benar mencari self-help book, atau ingin mempelajari lebih dalam tentang kesehatan mental, I didn't think I would recommend this one. Buku ini mungkin hanya akan menjadi teman yang bisa menyadarkan kalau kalian gak sendiri dan gak apa apa untuk mencari bantuan professional jika memang diperlukan.

Key Takeaways

"When you're having a hard time, it's natural to feel like you're having the hardest time in the world. And it's not selfish to feel that way. Just because certain conditions in your life are relatively better, but it doesn't mean you're better off in general."

Salah satu insight yang menarik. Mungkin kita pernah merasa bersalah ketika merasa sedih karena suatu masalah, karena kita tahu ada banyak orang mungkin mengalami masalah yang lebih sulit. Ada juga waktu dimana kita merasa gagal karena sedang tidak bisa menolong orang, karena sebenarnya kita juga sedang tidak baik-baik saja. Pemikiran ini seringkali membuat kita melarang diri sendiri untuk merasa sedih, untuk mengakui kalau kita sedang tidak baik-baik saja, hanya karena kita melihat ada orang yang lebih sulit. Padahal perasaan itu sendiri bukan untuk dibanding-bandingkan, kan?

"The you of the present is looking at your life and past as if you're a failure. When in truth, from the perspective of the younger you, you're the very picture of success. What I'm saying is, don't compare yourself to other people. Compare yourself to your pat self."

Ini bagian favorite gue dimana si penulis diajak untuk "bertemu" dengan dirinya versi awal 20an, saat penulis merasa terlalu membandingkan diri dengan orang lain. Gue menutup buku ini sebentar dan coba melakukan yang sama. how would the-young-me feel if she looked at me now? She would hug me with happy tears, I guess. I'd thank her. I'd thank the-young-me, all over again. Adis usia 28 akan berterima kasih untuk semua bekal yang sudah disiapkan, dan Adis usia 20an juga akan berterima kasih karena ternyata, banyak mimpinya yang sudah berhasil diwujudkan.

"Your biggest problem remains this black-and white thinking. You've backed yourself into a corner and made yourself choose between black and white. Whether to see a person or not, whether to best friends with them or never speak to them again. You either lash out or endure. The only choices you have are yes and no, and there is no middle ground. There are many shades of grey, but I think even there you think there is only one shade of grey."

I couldn't agree more. Di kehidupan dewasa ini, gue rasa setiap orang itu pernuh warna, gak cuma hitam dan putih. Gak segampang itu untuk mengklasifikasikan orang itu baik ataupun buruk. Jangan hanya penilaian kita terhadap satu aspek membuat kita langsung mengklasifikasikan orang tersebut buruk. Jangan juga karena satu hal yang tidak cocok dengan kita, langsung menbuat kita men-cut-off orang tersebut dari hdup kita. Dan yang bahaya nya lagi, jika kita terbiasa menerapkan Black and White Thinking ini ke orang lain, kita juga bisa dengan mudah menerapkannya ke diri sendiri. Kita bisa dengan mudah menganggap diri kita gagal hanya karena satu tidak sesuai dengan renacana kita.

"You might have a warped perspective of love if you don't love yourself. The important thing here isn't whether you are being loved, it's how you will accept the love that comes your way. Your self-esteem determines how you fee; about the sincerity of others."

Ahh, bagus banget. Percayalah, self-love yang selama ini banyak dibahas bukan hanya membantu kita mencintai diri sendiri, tapi juga membantu kita untuk menerima cinta dari orang lain. Orang dengan self-esteem yang rendah akan merasa dirinya tidak layak menerima ketulusan orang lain, atau bahkan bisa menganggap ketulusan itu sebagai sebuah ancaman.

Mungkin itu beberapa takeaways yang menururt gue menarik. Masih banyak hal lagi yang bisa kalian temukan dalam buku ini. Happy reading, let me know what you're thinking!

#ReadbyDis : Emotional Intelligence